Tag Archives: perspektif

Surat Kepada Buruh

Buruh
Kepada Buruh,

Terimakasih untuk tetap konsisten memperjuangkan hak kalian.
Terimakasih untuk tetap saling menjaga semangat kebersamaan dan kesetiakawanan.
Terimakasih telah mengingatkan kami bahwa kalian-lah kunci roda perekonomian.
Tanpa kalian, kami jatuh.
Kalian bergerak, kami-pun lumpuh.
Mohon sudahi.
Tak hanya kalian, diantara kami-pun punya anak anak istri,
Kami juga punya keluarga yang harus dinafkahi.
Tak hanya kalian, kami-pun butuh kenaikan penghasilan.
Tapi jika selalu kena akibat seperti ini, apa yang bisa kami lakukan?
Kalian menuntut kami berkorban, kalian menuntut kami untuk setia kawan.
Tahukah mungkin ada dari kami yang berpenghasilan lebih rendah dari kalian?.
Tak harus setara gaji untuk dapat saling menghargai.
Tak ada kalian.
Tak ada kami.
Hanya ada kita.
Sama.

Menjadi Duta/Ambassador/Representatif itu …

sumber : theelcannacua.tumblr.com sumber : theelcannacua.tumblr.com

seharusnya..

.. mengetahui dengan jelas, pasti, dan detil mengenai produk yang diusungnya. Ini WAJIB.

.. mencari, menggandeng, dan membina hubungan dekat dengan mereka (bisa perorangan atau komunitas) yang sepaham terhadap produknya. Atau bisa memberikan impact dan feedback positif terhadap perusahaan.

.. DILARANG sembarangan memberikan informasi yang berhubungan dengan produknya, jika itu dari sumber yang tidak resmi.

.. up to date terhadap informasi terbaru dari produknya. Selalu jadi yang pertama dalam menerima informasi untuk kemudian disebarkan kepada audience, maupun pihak (dalam hal ini bisa komunitas) terdekat.

.. sering narsis bersama dengan produknya, ya namanya juga “jualan”.

.. rajin dan trampil membuat schedule tweet, facebook post, dll khusus untuk “jualan”.

.. boleh mengajak, namun sebaiknya tidak memaksa atau menjebak orang lain untuk memakai, atau mencoba produknya. Berikan mereka PILIHAN.

.. siap capek dikritik, dimaki-maki, dan dinyinyir soal produknya. Disini kesabaran diuji.

.. pura pura tidak masalah dengan pergerakan kompetitor padahal dibalik itu sambil melakukan competitive analysis secara gerilya.

.. peka dan responsif terhadap respon pasar dan audience.

.. jaga mulut, jaga jempol, dalam merespon segala sesuatu tentang produknya. Ini terberat, biasanya kepancing untuk balas argumen audience dan adu argumen.

.. jaga mulut, jaga jempol, sebelum berpendapat soal produk kompetitor. Ini juga berat, biasanya kepancing untuk sekadar “membaur” dengan kawan sejawat, atau sekadar “bantu teman”.

.. paham betul kapan harus “berseragam” kapan tidak, ada kalanya tetap harus menunjukkan sisi personal diri, “telanjang” tanpa baju perusahaan dan produk.

.. loyal, ya walaupun ada mereka yang ujung-ujungnya uang juga sih, lebih gede kontrak ya pindah, ada, tapi tidak semua.

.. mampu bersikap subjektif. Atau ada juga sih yang memiliki “keterampilan” berpura objektif (bermuka dua) supaya tidak kehilangan kawan, sebaiknya sih jangan dilakukan.

.. pintar, berkelit untuk memberikan solusi terbaik dari permasalahan yang terjadi terhadap perusahaan maupun dengan produknya. Walaupun sebenarnya produknya itu memang yang bobrok.

.. menjadi PANCA INDERA PERUSAHAAN (mata, telinga, mulut, hidung, lidah).

.. JANGAN JADI BANCI! ikut sana ikut sini demi mengambil keuntungan dari masing masing perusahaan, bisa berupa imbalan barang atau lainnya. Sekali lagi itu BANCI!

Semoga beruntung dan berikan yang terbaik untuk produkmu!

sumber : http://thedailyrecord.com sumber : http://thedailyrecord.com

Mahasiswa UI? Pilih Beasiswa atau Rokok?

Sumber : Gerbatama Edisi 47 November 2010 Sumber : Gerbatama Edisi 47 November 2010

Sejujurnya ini adalah postingan blog lama saya pada tahun 2010.
Berhubung sedang banyak pendapat soal rokok, mari kita jabarkan kembali fakta berikutnya yang terjadi pada kampus saya sendiri, Universitas Indonesia.

Mulai tahun 2012 (rencana awalnya, sekarang bahkan sudah lewat 30 hari), Universitas Indonesia sebagai kampus yang mengusung program Go-Green akan memberlakukan aturan untuk dilarang merokok di dalam area kampus. Sebuah wacana yang telah diusung sejak tahun 2009 namun belum dapat direalisasikan secara menyeluruh di seluruh Fakultas yang ada di UI. Dan tampaknya akan tetap menjadi wacana. Untuk mendukung hal tersebut, maka UI secara preventif akan mencoba untuk mencoret mahasiswa perokok aktif dari list calon penerima beasiswa yang penyelenggaraannya diserahkan melalui pihak UI.

Sebuah langkah bijak yang tentu saja menuai banyak kontroversi. “Merokok adalah hak asasi manusia”, semboyan yang selalu dikumandangkan oleh kaum yang kontra akan kebijakan tersebut. Namun bagi para kaum yang pro, ”Hei bung saya juga punya hak asasi yang sama untuk menikmati udara segar dari pohon pohon yang sudah Pak Gumilar beli mahal mahal!” (baca : pohon-pohon yang dibeli Pak Gumilar juga menghabiskan anggaran M-an dan juga sempat menjadi kontroversi). Di dalam postingan ini mari kita coba telaah bersama.

1. Merokok adalah hak asasi manusia
Saya sangat setuju dengan opini ini namun kita harus ingat bahwa selain ada hak asasi tentunya juga ada lawannya yaitu kewajiban asasi (ngasal). Maksudnya hak asasi manusia tentunya punya batasan, dimanakah batasannya? dibatasi oleh hak asasi yang orang lain punya. Oleh karena itu argumen ini kurang tepat karena jika diimplementasikan ternyata memang benar bahwa orang lain punya hak yang sama dengan kita, tentunya dia ingin menikmati udara segar yang ada di UI. Apakah ini melanggar hak asasi bagi para perokok? tentu tidak, perokok tetap bisa merokok dengan tentu saja harus lihat situasi dan kondisi. UI merupakan lingkungan akademik dan jelas-jelas di dalam peraturan perundangan (saya lupa, mungkin bisa bantu menambahkan) bahwa ada larangan merokok di dalam lingkungan akademik. Maka kita juga punya kewajiban untuk menghargai hak asasi orang lain yaitu mahasiswa yang tidak merokok di dalam kampus. Kalau dikosan? terserah saja. Mau merokok samsu 4 batang sekaligus sambil kayang juga boleh. Toh seharusnya kita bisa memilih mana yang baik dan mana yang buruk (namanya juga “mahasiswa”, bukan siswa biasa lagi).

2. Tidak adil dan rentan terjadi penipuan.
Jika difikirkan secara seksama, buat apa UI dan pihak pemberi beasiswa lainnya capek-capek membiayai kuliah mereka yang notabenenya seharusnya jatah untuk mahasiswa yang kurang mampu, malah buat mereka yang menghambur-hamburkan uangnya untuk dibakar. Untuk yang masalah penipuan tentu saja UI harus menerapkan langkah langkah yang signifikan untuk menyelidiki apakah setiap berkas yang diajukan benar-benar diajukan oleh mahasiswa yang tidak merokok. Kalau perlu lakukan tes urine, tes sebat, atau tes curanrek (baca : kebiasaan mengambil korek milik orang lain yang umumnya menjangkit perokok). Bukan hanya asal “tebak tebak buah manggis” atau “capcipcupkedebangkuncup”. Memang sedikit ribet sih, namun demi Go-Green harus siap diperjuangkan. Sayang kan Pak Gumilar udah beli pohon gede-gede, mahal-mahal pula, sampai dicaci-maki mahasiswa tapi tetap saja udara kampus dicemari oleh polusi dari asap rokok.

Jadi, kamu wahai para perokok mau pilih yang mana?
1. Hentikan merokok dan cari peluang beasiswa = gentleman.
2. Tidak berhenti merokok, cukup palsukan berkas, dan cari peluang beasiswa = penipu.
3. Berhenti merokok, namun tetap tidak mau cari peluang beasiswa = sia sia.
4. Tidak berhenti merokok namun tetap tidak mau cari peluang beasiswa = situ mahasiswa?