Tag Archives: social media

Un-moment

Suatu hari saya mampir ke warung mie ayam dekat rumah.
Tentunya waktu itu masih belum masuk bulan puasa.

Melihat sepasang anak tanggung ya kira-kira usianya seumuran SMP. Mereka tampak akrab bercengkerama tanpa memperdulikan Blackberry milik mereka. Ya, mereka masih menggunakan Blackberry, entah tipe apa saya sudah gak ngikutin perkembangannya. Mereka tampak asyik dengan obrolannya sampai akhirnya berhenti ketika salah satu dari mereka bertanya :

A : “Kok gw udah gak pernah liat postingan lo lagi ya?, gw diunfollow ya?”
B : “Ah, enggak kok, gw udah jarang main twitter”
A : “Ah masa sih?, ah gw cek ah, ah tuhkan bener gw diunfollow”
B : “Masa sih, gw gak pernah nge-unfollow ah”

Setelah itu pembicaraan menjadi agak kaku. Mereka jadi hanya melontarkan pertanyaan singkat dan saling menjawab dengan jawaban normatif. Hmm, pertemanan kini.
Pertemanan kini menjadi sesuatu yang bisa diukur secara pasti. Follow, Friend, Share, dan berbagai istilah lainnya oleh sebagian orang menjadi parameter pasti sebuah pertemanan saat ini, sangat sederhana.
Masing-masing dari kita pun menganggap pertemanan menjadi hal yang sangat murah. Ancaman untuk unfollow, unshare, unfriend, dll, dikumandangkan jika ada teman mereka yang melakukan hal yang berseberangan dengan dia di social media. Dan parahnya kita menganggap pemutusan pertemanan di social media itu menjadi hal yang sangat serius. Ya, mereka benar-benar mau berhenti berteman dengan kita.

Seriusan segitunya?

Sepengetahuan saya (silakan jika mau menambahkan atau mengoreksi), social media atau media sosial, sejatinya hanyalah sebuah media. Social media tak ubahnya dengan telepon, sms, dll yang membuat kita terhubung satu sama lain. Yang membuat kita tahu bagaimana kabar teman kita secara pasti tanpa harus tatap muka secara langsung.
Ingatkah dulu waktu mayoritas kita masih berkomunikasi dengan telepon, pernahkah kita menjamin kepada teman kita saat itu untuk menelpon terus secara rutin?. Lalu ketika kita berhenti menelpon dan sms apa berarti kita menjadi tidak berteman lagi?. Simplenya, ketika kita memutuskan untuk sementara tidak melakukan komunikasi kepada teman kita karena satu dan lain hal, apakah berarti pertemanan kita putus?.

Terlebih lagi “satu dan lain hal” tadi biasanya hanyalah sesuatu yang sederhana, misal perbedaan pendapat. Berbeda pendapat normal ah. Mengapa ya kita harus marah dan tidak suka kalau ada orang lain yang berseberangan dengan kita?.
Teman ada itu untuk menghujat, memaki, mengoreksi, bukan untuk tidak peduli.
Sayang sekali energi yang digunakan bersama selama ini hanya untuk asal tahu saja, asal kamu senang saja.

Dan jika sampai unmoment itu terpaksa harus terjadi, kita masih bisa berteman di media yang lain.
Karena sesungguhnya pertemanan tidak sesederhana itu.

Capek

Tiap hari buka Facebook, Twitter, dll, isinya perseteruan ini itu.
Ya ini, ya itu, soal ini, soal itu.
Mau gak ikut nimbrung, tapi tiap hari dijejelin itu, lama-lama kepancing, yang tadinya gak nimbrung, jadi nimbrung.
Bukan karena perseteruannya sih, bukan juga karena masalahnya, tapi lebih karena kemunculan orang-orang yang merasa sok tahu atau lebih sopannya dengan istilah merasa lebih pintar.

Itu poinnya. Merasa lebih pintar.

Dilihat dari mana? dari argumennya yang melangit dan mendiskreditkan pendapat orang lain. Yang lebih parah bukan pendapatnya, tapi orang lain yang berseberangan dengannya yang didiskreditkan.
Isi argumennya melayang tak berdasar, kadang hanya seperti berteriak di dalam kerumunan.
Harus ya? Dapat untung apa sih?
Akhirnya muncul berbagai statement “Gak suka? unfollow/unshare/unfriend aja..”
Yasudah saya lakukan.
Bukannya tidak dewasa, tapi saya cuma capek. Capek mendengarkan ocehan kalian yang tak berdasar, terlebih mendiskreditkan pendapat orang lain.
Ada dua hal yang berbeda yang harus benar-benar mutlak dibedakan : Opini dan Fakta.
Fakta itu nyata terjadi. Opini itu hasil buah pemikiran atas dasar sebuah fakta yang terjadi.
Jangan dicampur aduk.
Kalau sudah ada fakta yang nampak, buat apa mendengarkan opini. Terlebih lagi bersusah payah mengoarkan opini yang sudah jelas-jelas ada faktanya.

Cukup tampilkan faktanya saja.
Karena semakin lantang opini tak berdasarmu melayang, kamu akan semakin terlihat sok tahu.

Dari saya yang lelah untuk berseteru, kepada kamu yang senang dengan perseteruan.
(Untuk sementara mengungsi ke Path dulu, persetan kalo itu punyanya ARB)

Sehari Dalam Seminggu Tanpa Social Media

Selama ini membuka social media (socmed) yang saya rasakan adalah berbagai informasi ditampilkan. Membuat kita penasaran akan informasi tersebut. Bagus, namun masalahnya informasi tersebut datang secara acak. Maksudnya, kadang tidak ada keterkaitan antara satu dengan lainnya. Membuat saya menjadi bingung dan hasilnya masing-masing informasi tersebut tidak dapat terserap secara sempurna. Karena ketika kita ingin mengeksplor lebih jauh tentang informasi/hal tersebut, datang informasi lainnya yang muncul dengan cepat lewat update-an socmed selanjutnya. Ada yang pernah merasakan juga?.

Setiap update-an selanjutnya, memberikan rasa penasaran selanjutnya. Akibatnya kita menjadi tidak sabar untuk mengeksplor informasi yang lain tanpa menyelesaikan eksplor hal sebelumnya. Entah kenapa mulai kesini saya mulai merasakan capek. Sempat pernah pada suatu titik saya pernah tidak ingin membuka akun social media sedikitpun karena malas terhujani informasi yang membuat saya penasaran, lalu eksplor, habis waktu, informasi yang didapat tidak sempurna, hasilnya malah cuma capek browsing. Hal yang sudah diniati seharusnya/ingin kita eksplor malah tidak tersentuh sama sekali karena habis waktu untuk yang tadi. Berhasil puasa socmed waktu itu tapi hasilnya malah kita gak update sama sekali. Berkali-kali ketinggalan informasi undangan, event, dll hanya karena gak buka socmed. Salah kaprahnya orang saat ini, kalo udah umumin sesuatu via socmed, dia berasumsi bahwa semua orang yang mengikuti socmed dia, pasti akan baca dan tau.

Atau pernah juga sekadar update informasi pribadi tanpa menyimak timeline yang ada. Hasilnya? malah dibilang sombong karena cuma update sendiri, tapi gak baca timeline yang ada. Duh, orang komentar memang ada-ada aja sih. Sejak kapan socmed jadi patokan orang sombong atau tidak, bahkan parahnya jadi patokan pertemanan saat ini. Kasarnya, bilang kalo gak temenan di socmed berarti gak temenan di dunia nyata. Hhh, katro.

Saya sedang berfikir bagaimana kalau ada satu hari dalam seminggu yang kita jalani tanpa membuka social media sedikitpun. Mau twitter, path, instagram, facebook, dll tutup dulu deh itu semua. Ya sekadar habiskan waktu dengan apa yang ada di depan kita (keluarga, teman, pacar, pekerjaan, dll) atau eksplor sesuatu yang sudah diniati maupun yang sekadar terbersit di otak kita. Atau separahparahnya jika terpaksa harus stay di dunia maya ya kita hanya browsing apapun yang kita mau.

Kalau gak ada yang di depan kita gimana? ya cari!. Mungkin kamu sudah terlalu lama asyik dengan socmed-mu sehingga mereka yang nyata hadir didepanmu mundur secara perlahan karena takut mengganggu.

Bisa gak ya?
At least coba dulu deh..